BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain lewat
berbagai cara. Meskipun cara anak yang satu dengan yang lain berbeda, ada
hal-hal yang umum yang terjadi pada hampir setiap anak. Pengetahuan tentang
hakikat perkembangan bahasa anak, perkembangan bahasa lisan dan tulis yang
terjadi pada mereka, dan perbedaan individual dalam pemerolehan bahasa sangat
penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka
belajar membaca dan menulis permulaan. Sehingga Pemerolehan bahasa pertama
anak dan perkembangan bahasa atau
komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak
yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang
tua pada khususnya. Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu menguasai
berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
pengertian pemerolehan bahasa anak?
2. Bagaimanakah pemerolehan bahasa
pertama anak
3. Bagaimanakah proses pemerolehan
bahasa pertama anak
4. Bagaimanakah Bahasa Indonesia dalam
pemerolehan bahasa anak-anak?
5.
Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan
bahasa anak?
6.
Faktor apa sajakah yang mempengaruhi
bahasa anak?
C. TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah mengetahui
segala yang di rumuskan dalam masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PEMEROLEHAN BAHASA
Pemerolehan bahasa terbentuk dari kata
"pemerolehan" dan kata "bahasa". Dalam kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI), pemerolehan bermakna proses, cara, perbuatan memperoleh. Kata
memperoleh tersebut di dalam KBBI bermakna mencapat (mencapai dst) sesuatu
dengan usaha. Dengan demikian maka pemerolehan bermakna proses, cara, perbuatan
mencapat sesuatu dengan usaha. Karena frasa pemerolehan bahasa berpola DM maka
kata bahasa menerangkan kata pemerolehan, sehingga frasa pemerolehan bahasa
berarti proses, cara, perbuatan memperoleh bahasa dengan usaha.
Ada dua pengertian
mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang
mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang
gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif
pralinguistik. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa
adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun
pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal. Dengan
kata lain, kegiatan pemerolehan bahasa ini ditandai oleh hal-hal berikut.
1. Berlangsung dalam situasi
informal,tanpa beban, dan di luar sekolah.
2. Pemilikan bahasa tidak melalui
pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
3. Dilakukan tanpa sadar.
4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi
dalam konteks berbahasa yang bermakna.
B. PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Selama
pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang
terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang
dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua
proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara
tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses
pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan
proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri
(Chaer 2003:167).Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa
mengerti struktur dari bahasanya yang membuat dia dapat mengkreasi
kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia mengerti
kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang
dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange).
Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak
sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh kompetensi.
Hal
yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh
bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam
memperoleh bahsa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo,
(2005:243-244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan
bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai
strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan
neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang
menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan.
Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak
secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky
mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol
serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola
lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan
oleh input sekitarnya.
C.
TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
ANAK
Perlu
untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa
B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam
beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari
bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada
ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.Pengetahuan mengenai
pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari buku-buku
harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik.
Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui
rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen
yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan
bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi,
pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang.
1. Vokalisasi Bunyi
Pada umur
sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan,
rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan
atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya
karena memang belum terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah
apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman
(1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai
bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini
adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah
tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan
ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun
umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43)
menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan.
Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur
6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh
terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat
saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap
celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti
frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal.
Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang
keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya
adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan
adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang
sehingga muncullah struktur seperti:
K1
V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang
tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu
meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan
itu hanyalah sekedar artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005:245).
Begitu
anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik
yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan.
Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu
silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik
ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark &
Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai
hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Pada
tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi
perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:
(1)
menghilangkan konsonan akhir
*Blumen bu
*boot bu
(2) mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen
tunggal:
*batre bate
(3) menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
*kunci ti
*semut emut
(4) reduplikasi silabel yang sederhana
*pergi gigi
*nakal kakal
Menurut beberapa
hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang terbatas,
kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas
(Mar’at 2005:46-47).
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak.
Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh ini penting artinya karena anak
mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar dan membuang bunyi
ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola intonasi
kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung
ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung
kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai
sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian
bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah
mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan
kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu
frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu
merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa”
(Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini). Mula-mula,
kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah
lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga
berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat
beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi,
yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu
keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk
memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu
terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan
vokal-vokal seperti a,i,u,e.
3. Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung
ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai
muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang
diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini,
ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula
anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan
seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam
pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda,
seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata
sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan
sebagainya.
4. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3
tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances)
atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat
dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan
pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip
dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan
Rodman.
“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);
“What that?” (Apa itu?);
“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);
“Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew,
menginginkan itu);
“No sit here” (Jangan duduk di sini!)
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar
B1-nya secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa
seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan. Namun,
Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si
anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang
dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan
melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang
anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang anak
belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian,
misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia
mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini
berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah
dan dipuji jika ujarannya itu benar. Teori ini tampaknya belum dapat diterima
seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang benar
ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri.
Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun semuanya
menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.
Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di
atas, ada juga para ahli bahasa seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap
pemerolehan bahasa anak.
Tahap 1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar
enam minggu. Bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan
bunyi vokal orang dewasa.
Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati
enam bulan. Tahap meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan
konsonan dihasilkan secara serentak.
Tahap 3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan
yang dihasilkan mirip dengan yang diucapkan ibunya.
Tahap 4: Tuturan satu kata
Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak
mulai mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima
belas kata meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.
Tahap 5: Tuturan dua kata
Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah
menguasai beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
Tahap 6: Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai
digunakan. Dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin
berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja yang
mengandung awalan atau akhiran.
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata
tanya seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah
mengenal bentuk ingkar.
Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks
Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun
penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga memperoleh kalimat dengan
struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat majemuk.
Tahap 9: Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan
kalimat-kalimat seperti orang dewasa.
D.
BAHASA INDONESIA DALAM PEMEROLEHAN BAHASA ANAK-ANAK
Posisi bahasa Indonesia dalam pemerolehan bahasa anak
disajikan dalam gambaran umum sebagai berikut,
1.
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama
Bahasa pertama seringkali disebut dengan
bahasa ibu. Penggunaan istilah bahasa ibu perlu mendapatkan koreksi karena
dalam hal ini terdapat berbagai kasus yang pada akhirnya menggugurkan istilah
bahasa ibu sehingga bahasa pertama disingkat menjadi B1. bahasa pertama yang
diperkenalkan adalah bahasa Indonesia karena bahasa itulah yang pertama kali
dikenal dan dikuasai anak sebagai sarana komunikasi verbalnya sejak bayi.
Jika diamati, gejala seperti itu banyak kita
jumpai pada saat ini, terutama pada keluarga yang tinggal di kota besar atau di
kota kecil. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
a) Perkawinan antarpenutur bahasa yang
berbeda. Masing-masing pihak-pihak tidak saling memahami bahasa daerah
pasangannya.
b) Perkawinan antarpenutur bahasa daerah
yang sama dengan situasi berikut.
1) Lingkungan sosial sekitar keluarga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai media komunikasi.
2) Lingkungan masyarakat sekitar
menggunakan bahasa daerah yang tidak dikuasai oleh keluarga itu (keluarga
pendatang).
3) Lingkungan menggunakan bahasa daerah yang
sama dengan bahasa keluarga itu. Oleh karena pertimbangan praktis tertentu maka
bahasa yang digunakan dalam keluarga itu bahasa Indonesia.
c) Perkawinan
antarpenutur yang hanya menguasai bahasa Indonesia.
2.
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua
Pemerolehan 2 bahasa oleh seorang anak dapat terjadi
dalam 2 cara, yaitu memperoleh bahasa secara serempak dan berurut.
Pemerolehan serempak 2 bahasa secara serempak 2 bahasa (simultaneous
bilingual acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masayarakat
bilingual (menggunakan 2 bahasa dalam berkomunikasi) atau dalam masyarakat
multilingual (menggunakan lebih dari 2 bahasa). Anak mengenal, mempelajari, dan
menguasai kedua bahasa secara bersamaan.
Pemerolehan berurut 2 bahasa (successive bilingual acquisition)
terjadi apabila anak menguasai dua bahasa dalam rentang waktu yang relatif
berjauhan. Keberhasilan dari bahasa kedua ini ditentukan beberapa faktor, yaitu faktor motivasi, usia, penyajian formal, bahasa
pertama, serta lingkungan.
E.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Kemampuan berbahasa merupakan suatu potensi yang dimiliki
semua anak manusia manusia yang normal. Kemampuan itu diperoleh tanpa melalui
pembelajaran khusus. Waktu yang digunakan relatif singkat, anak sudah dapat
berkomunikasi dengan orang – orang di sekitarnya. Bahkan sebelum bersekolah, ia
telah mampu bertututur seperti orang dewasa untuk bnerbagai keperluan dan dalam
bermacam – macam situasi.
Jika diamati, ternyata pemerolehan bahasaa anak itu
tidaklah tiba – tiba atau sekaligus, tetapi bertahap kemajuan kemampuan
berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangaan fisik, mental,
intelektual dan sosialnya. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai
oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari
bunyi – bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tututran yang lebih kompleks.
Tangisan, bunyi – bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan
bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju
kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak,celoteh merupakan semacam
latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama – kelamaan
dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannnya (Djago
tarigan,2005).
Tahap Perkembangan Bahasa Anak
Menurut buku Bidang Pengembangan Kemampuan (Elin Rusoni,
24:2006 ) Tahap perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
tahap pralinguistik dan tahap linguistik.
1)
Tahap Pralinguistik(Masa Meraban)
Pada tahap ini, bunyi – bunyi bahasa yang dihasilkan anak
belumlah bermakna. Bunyi – bunyi itu memang telah menyerupai vocal atau
konsonan tertentu. Akan tetapi secara keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu
pada kata dan makna tertentu.
Tahap pralinguistik merupakan tahap perkembangan bahasa
anak yang dialami oleh anak yang berusia 0-1 tahun. Tahap pralinguistik dibagi
lagi ke dalam dua tahapan, yaitu:
a) Tahap Meraba
Pertama
Tahap meraba pertama dialami oleh anak usia 0-6 bulan. Pembagian kelompok
ini bersifat umum dan tidak berlaku persis pada setiap anak.
·
Usia 0 - 2 bulan sudah dapat mengetahui asal suara.
Mereka sudah dapat membedakan suku kata, mereka bisa merespon secara berbeda
terhadap kualitas emosional suara manusia misalnya, mereka akan tersenyum jika
mendengar suara yang ramah atau sebaliknya mereka akan menangis jika mendengar
suara dengan nada marah.
Anak hanya dapat mengeluarkan bunyi – bunyi refleksif untuk menyatakan rasa
lapar, sakit atau ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel,
serta bunyi vegetative yang berkaitan dengan aktivitas tubuhseperti batuk,
bersin, sendawa, telanan (makanan), dan tegukan(menyusu atau minum). Umumnya,
bunyi seperti bunyi vokal dengan suara yang agak serak. Sekalipun bunyi – bunyi
itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi – bunyi itu merupakan bahan
untuk tuturan selanjutnya.
·
Usia 2
- 5 bulan. Pada usia 3-4 bulan bayi dapat membedakan suara laki – laki dan
perempuan. Anak mulai mendekat dan mengeluarkan bunyi – bunyi vokal yang
bercampur dengan bunyi – bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul
sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
·
Pada usia 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak
utuh dengan durasi (rentang waktu) yang lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip
vokalnya lebih bervariasi. Konsonan nasal/m/n sudah mulai muncul.
b) Tahap Meraba
Kedua
Usia 6 – 12 bulan, anak
mulai memperhatikan intonasi dan ritme dalam ucapan. Pada tahap ini anak dapat
berkomunikasi dan berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan
konsonan dan vokal yang sama, seperti/ba ba ba/,ma ma ma/, dad a da/. Vokal
yang muncul adalah dasar /a/ dengan konsonan hambat labial /p, b/ nasal /m, n,
g/, dan alveolar /t, d/. selanjutnya celotehan reduplikasi ini berubah lebuh
bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/, dan konsonan
frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul.
Pada tahap ini anak mulai aktif. Dialami oleh anak usia 6
bulan samapi satu tahun. Secara fisik ia sudah mulai melakukan gerakan –
gerakan. Cara berkomunikasi pada tahapan ini lebih bervariatif, yaitu tidak
hanya menoleh, tersenyum dan menangis saja tapi ditambah dengan memegang,
mengangkat atau menunjuk.
2)
Tahap Linguistik
Tahap linguistik adalah tahap perkembangan bahasa anak
usia 1-5 tahun. Pada tahapan ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa seperti
bahasa orang dewasa. Tahap linguistik terbagi lagi ke dalam 4 tahapan, yakni:
a) Tahapan
Holofrasis (tahap satu kata)
Pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan suatu kata.
Pada periode ini disebut holofrase, karena anak – anak menyatakan makna
keseluruhan frase atau kalimat dalam suatu kata yang diucapkannya itu.
Contoh :
VERSI SATU KATA
|
VERSI LENGKAP
|
Mimi!(sambil menunjuk cangkirnya)
|
Minta (mau) minum
|
Akut! (sambil menunjuk laba - laba)
|
Saya takut laba - laba
|
Takit!(sambil mengacungkan jarinya)
|
Jariku sakit
|
b) Ucapan Dua Kata
Berlangsung sewaktu anak berusia 1,5 – 2 tahun. Tahap ini
memasuki tahap pertama kali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang
cepat. Komunikasi yang ingin ia sampaikan adalah bertanya dan meminta.
Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang
dengan cepat. Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya apa yang dituturkan
anak hanyalah kata – kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat,
dan kata kerja.
Contoh :
VERSI 2 KATA
|
VERSI LENGKAP
|
Mamah, makan!
|
Mama, saya mau makan
|
Ajar, bobo!
|
Fajar mau tidur!
|
Bapa, ana?
|
Bapak mau pergi ke mana?
|
Mau ueh!
|
Saya mau kueh!
|
c) Pengembangan
Tata Bahasa
Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa. Perkembangan
ini ditandai dengan penggunaan kalimat dengan lebih dari dua kata. Tahap ini
umumnya dialami oleh anak usia sekita 2 sampai 5 tahun.
d) Tata Bahasa
Menjelang Dewasa
Tahap perkembangan bahasa anak yang keempat ini biasanya
dialami oleh anak yang sudah berumur antara 5 – 10 tahun. Pada tahap ini anak –
anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu
menyusun kalimat yang lebih rumit.
Tahap – tahap perkembangan di atas, berkembang pula
penguasaan mereka atas system bahasa yang dipelajarinya. System bahasa itu,
terdiri atas subsistem berikut:
a. Fonologi yaitu
pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi – bunyi tersebut sebagai
sesuatu yang bermakna.
b. Gramatika (tata
bahasa) yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsure tuturan.
c. Semantik
leksikal(kosa kata) yaitu pengetahuan tentang kata untuk mengacu kepada sesuatu
hal.
d. Pragmatik yaitu
pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai
keperluan.
F.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang
mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu:
1. Kognisi (Proses
Memperoleh Pengetahuan)
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat
lambatnya perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan
sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa
seseorang.
2. Pola Komunikasi
Dalam Keluarga
Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah akan mempercepat
perkembangan bahasa keluarganya.
3. Jumlah Anak
Atau Jumlah Keluarga
Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa
anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan
yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga
inti.
4. Posisi Urutan
Kelahiran
Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih
cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung
memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah
komunikasi ke atas saja.
5. Kedwibahasaan(Pemakaian
dua bahasa)
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu
atau lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya
menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara
bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di luar
rumah dia menggunakan bahasa Indonesia. Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi
oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi, statsus sosial ekonomi,
jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh
perkembangan kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap operasional
formal. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, remaja mulai mampu
mengaplikasikan prinsip-prinsip berpikir formal atau berpikir ilmiah secara
baik pada setiap situasi dan telah mengalami peningkatan kemampuan dalam
menyusun pola hubungan secara komperhensif, membandingkan secara kritis antara
fakta dan asumsi dengan mengurangi penggunaan symbol-simbol dan terminologi
konkret dalam mengomunikasikannya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa
pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan
pembelajaran formal
2. Posisi bahasa
Indonesia dalam pemerolehan bahasa anak disajikan dalam gambaran umum sebagai
berikut,
1) Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Pertama
2) Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Kedua
3. Menurut buku
Bidang Pengembangan Kemampuan (Elin Rusoni, 24:2006) Tahap perkembangan bahasa
anak dibagi ke dalam dua bagian, yaitu tahap pralinguistik dan tahap linguistik
1) Tahap
Pralinguistik (Masa Meraban)
a) Tahap Meraba Pertama
b) Tahap Meraba
Kedua
2) Tahap
Linguistik
a) Tahapan
Holofrasis (tahap satu kata)
b) Ucapan Dua Kata
c) Pengembangan
Tata Bahasa
d) Tata Bahasa
Menjelang Dewasa
4. Secara rinci
dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,
yaitu:
1) Kognisi (Proses
Memperoleh Pengetahuan)
2) Pola Komunikasi
Dalam Keluarga
3) Jumlah Anak
Atau Jumlah Keluarga
4) Posisi Urutan
Kelahiran
5) Kedwibahasaan(Pemakaian
dua bahasa)
DAFTAR PUSTAKA
Campbel,
dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi Press
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta
Dardjowidjojo,
Soenjonp. 2005. Psikolinguistik:Pengantar
Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar